Judul : Bumi
Manusia
Penulis :
Pramudya Ananta Toer
Penerbit: Lentera
Dipantara
Tahun : 2oo8
Suatu ketika,
saat saya masih menempuh kuliah kelas di pascasarjana UNS, saya disodori buku
oleh teman saya Arifin Suryo Nugroho, penulis Srihana-Srihani: Biografi Hartini
Sukarno (Ombak:2009). Buku yang bernuansa kuning hijau dengan gambar depan dua
orang perempuan naik kereta kuda, yang satu berpakaian kebaya dan yang satu
berpakaian Eropa. Saya bilang pada teman saya itu bahwa saya berjanji akan membacanya.
Betul saja setelah itu saya disibukkan dengan aktivitas membaca buku yang
ketebalannya lumayan sakit bila di-kepruk-kan ke kepala manusia.
Saya menyadari
bahwa perkenalan saya dengan buku-buku Pram tak dapat dilepaskan dari pengaruh
Arifin Suryo Nugroho. Berbekal buku pinjaman itulah saya mulai mengenal
goresan-goresan Pram walaupun belum banyak. Setelahnya saya mulai mencari sendiri buku-buku
Pram yang lain.
Bumi manusia menyentuh nurani setiap
perempuan yang membacanya termasuk saya. Bagaimana tidak, seorang perempuan
desa yang jauh dari peradaban modern, hidup dalam kebersahajaan dan keluguan
dengan terpaksa harus hidup bersama laki-laki asing dari negeri Eropa yang sama
sekali tidak dikenal, berbeda bahasa, dan budaya.
Saya agak emosional dalam membaca buku ini,
saya tidak bisa membayangkan bagaimana kalau hal itu terjadi pada diri saya.
Namun Sanikem, nama gadis itu yang kemudian dikenal dengan nyai Ontosoroh,
berhasil keluar dari keterpurukan dan ketakutannya sendiri. Lambat laun dia mulai
meraba dunia barunya. Belajar bahasa Belanda dari suami sekaligus tuannya,
belajar mengatur perusahaan yang dimiliki suami, dan belajar bagaimana pola
pikir seorang Belanda. Walaupun begitu Nyai Ontosoroh tak pernah lupa pada
kebudayaan nenek moyangnya.
Pergundikan Sanikem dengan laki-laki Eropa
menghasilkan dua anak. Anak pertama laki-laki, Robert yang keseluruhan baik dari watak dan sikap
adalah Eropa. Sementara adik Robert adalah Annelis, gadis cantik berwajah indo
namun berjiwa pribumi yang dalam buku ketiga Pram Jejak Langkah disebut Bunga
Akhir Abad.
Satu hal yang membuat saya terkesan dengan
perempuan gundik Eropa ini adalah ketika dia mengatakan bahwa “bangsa Belanda
datang ke tanah air kita karena mereka mencari apa yang tidak ada di negerinya.
Kalau mereka sudah memiliki kenapa jauh-jauh menyeberang samudera dengan resiko
yang sangat besar? Dan sudah berapa banyak peradaban di Belanda yang dibangun
dari kekayaan alam kita? Dengan tetesan keringat dan darah para pribumi bahkan
dengan nyawa”. Renungkan!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar