Ini adalah catatan di FB saya yang bertanggal 7 Oktober 2013
Dalam hidup kadang kita disuguhi kejadian yang mengejutkan.
Akhir tahun 2007 (masih menempuh studi S1 di Malang). Aku lupa kapan tepatnya. Saat itu aku sedang berada di rental komputer, maklum karena masa itu aku belum punya komputer sendiri apalagi laptop. Hp ku berbunyi, salah satu teman di UKM INKAI namanya Galih sms dan bilang kalau aku dapat undangan yang menyatakan bahwa aku dapat beasiswa pertukaran pelajar ke luar negeri. Wow berita yang sangat menggembirakan sekaligus meragukan. Aku hapal betul tabiat teman-teman di UKM yang suka jahil. Kemudian kubalas sms Galih begini “tenan Lih, gak ngapusi, nek tenan tak traktir mangan wes (beneran lih gak bohong, kalau bener aku traktir makan)”. Itu kulakukan untuk memastikan bahwa aku sedang tidak dijahili mereka.
Setelah selesai urusanku di rental komputer, aku pun bergegas ke UKM. Dan ternyata benar, memang aku terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa Asean Student Exchange Program untuk keberangkatan tahun 2008. Aku ingat waktu itu girang bukan kepalang bahkan sampai lonjak-lonjak. Bayangan bahwa aku akan ke luar negeri gratis langsung lewat jelas di mata. Berulangkali ku mengucapkan Alhamdulillah karena saking senangnya. Dari universitasku, terpilih 10 orang. Dan dari sepuluh orang itu aku adalah satu-satunya yang berjenis kelamin perempuan. Ini menjadikanku semakin merasa luar biasa.
Setelah semua mahasiswa yang terpilih berkumpul di kemahasiswaan kampus, kami diundi untuk menentukan dimana kami akan ditempatkan. Ada 8 mahasiswa ke luar negeri dan 2 mahasiswa dalam negeri yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Papua. Aku kebagian Brunei Darussalam. Tak apalah pikirku waktu itu, yang penting ke luar negeri. Dari kemahasiswaan juga berpesan bahwa kami harus segera membuat paspor untuk persiapan keberangkatan, menggunakan uang pribadi dulu nanti akan diganti kampus. Kami bersepuluh pun akhirnya sepakat akan mengurus paspor bersama-sama di kantor imigrasi Malang. Tidak lama untuk mengurus paspor, hanya butuh kira-kira sepuluh hari. Setelah paspor jadi kami tinggal mempersiapkan diri, yang kebagian Filipina dan Thailand haruslah belajar bahasa Inggris sementara kami yang ke Malaysia dan Brunei cukup mengandalkan bahasa Melayu.
Kebahagian yang sudah kubayangkan itu lenyap begitu saja sewaktu ada pengumuman dari pihak kampus bahwa kami semua batal berangkat dikarenakan ada masalah di dikti. Padahal aku dan teman-teman sudah menunggu lama. Dan lebih tragisnya yang kebagian negara Thailand telah berangkat dan sudah pulang ke tanah air. Aku dan mahasiswa lainnya yang belum berangkat tentu sangat kecewa namun bagaimana lagi. Dan saat itu terlalu muda buatku untuk memahami ada apa sebenarnya di dikti bagian urusan luar negeri itu.
kegagalan berangkat ke luar negeri kami mendapat beasiswa berupa uang tunai yang saat itu jumlahnya sangat lumayan. Aku hanya meyakini suatu ketika akan ada kesempatan lagi seperti ini atau paling tidak menciptakan kesempatan itu.
Akhir tahun 2007 (masih menempuh studi S1 di Malang). Aku lupa kapan tepatnya. Saat itu aku sedang berada di rental komputer, maklum karena masa itu aku belum punya komputer sendiri apalagi laptop. Hp ku berbunyi, salah satu teman di UKM INKAI namanya Galih sms dan bilang kalau aku dapat undangan yang menyatakan bahwa aku dapat beasiswa pertukaran pelajar ke luar negeri. Wow berita yang sangat menggembirakan sekaligus meragukan. Aku hapal betul tabiat teman-teman di UKM yang suka jahil. Kemudian kubalas sms Galih begini “tenan Lih, gak ngapusi, nek tenan tak traktir mangan wes (beneran lih gak bohong, kalau bener aku traktir makan)”. Itu kulakukan untuk memastikan bahwa aku sedang tidak dijahili mereka.
Setelah selesai urusanku di rental komputer, aku pun bergegas ke UKM. Dan ternyata benar, memang aku terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa Asean Student Exchange Program untuk keberangkatan tahun 2008. Aku ingat waktu itu girang bukan kepalang bahkan sampai lonjak-lonjak. Bayangan bahwa aku akan ke luar negeri gratis langsung lewat jelas di mata. Berulangkali ku mengucapkan Alhamdulillah karena saking senangnya. Dari universitasku, terpilih 10 orang. Dan dari sepuluh orang itu aku adalah satu-satunya yang berjenis kelamin perempuan. Ini menjadikanku semakin merasa luar biasa.
Setelah semua mahasiswa yang terpilih berkumpul di kemahasiswaan kampus, kami diundi untuk menentukan dimana kami akan ditempatkan. Ada 8 mahasiswa ke luar negeri dan 2 mahasiswa dalam negeri yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Papua. Aku kebagian Brunei Darussalam. Tak apalah pikirku waktu itu, yang penting ke luar negeri. Dari kemahasiswaan juga berpesan bahwa kami harus segera membuat paspor untuk persiapan keberangkatan, menggunakan uang pribadi dulu nanti akan diganti kampus. Kami bersepuluh pun akhirnya sepakat akan mengurus paspor bersama-sama di kantor imigrasi Malang. Tidak lama untuk mengurus paspor, hanya butuh kira-kira sepuluh hari. Setelah paspor jadi kami tinggal mempersiapkan diri, yang kebagian Filipina dan Thailand haruslah belajar bahasa Inggris sementara kami yang ke Malaysia dan Brunei cukup mengandalkan bahasa Melayu.
Kebahagian yang sudah kubayangkan itu lenyap begitu saja sewaktu ada pengumuman dari pihak kampus bahwa kami semua batal berangkat dikarenakan ada masalah di dikti. Padahal aku dan teman-teman sudah menunggu lama. Dan lebih tragisnya yang kebagian negara Thailand telah berangkat dan sudah pulang ke tanah air. Aku dan mahasiswa lainnya yang belum berangkat tentu sangat kecewa namun bagaimana lagi. Dan saat itu terlalu muda buatku untuk memahami ada apa sebenarnya di dikti bagian urusan luar negeri itu.
kegagalan berangkat ke luar negeri kami mendapat beasiswa berupa uang tunai yang saat itu jumlahnya sangat lumayan. Aku hanya meyakini suatu ketika akan ada kesempatan lagi seperti ini atau paling tidak menciptakan kesempatan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar